Jumat, 16 Maret 2012

Pengendalian OPT pada padi sawah secara PHT dan konvensional


I.I Latar Belakang
            Dalam setiap pembudidayaan kita tidak pernah terlepas dari serangan hama dan penyakit,sudah berbagai cara digunakan oleh petani untuk melindungi tanamannya dari serangan OPT.Sudah pengendalian yang digunakan oleh petani diantaranya pengendalian secara PHT,pengendalian hama secara terpadu ini didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan.
 Dengan pengertian ini, konsepsi PHT telah sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam kerangka penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak negatif yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan.
Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu pertimbangan dasar, pentingnya melakukan introduksi teknologi PHT, adalah adanya pergeseran strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top down, dan bersifat jangka pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunan pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan (Salim, 1991).
Dalam sudut pandang konvensial, hama bisa diartikan organisme yang dapat mengakibatkan penurunan hasil produksi pertanian. Jadi, secara umum jika ada organisme apapun itu, yang mengakibatkan penurunan hasil produksi bisa disebut sebagai hama. Namun pada dasarnya, Hama adalah binatang yang bersifat pengganggu terhadap petumbuhan dan perkembangan tanaman. Contoh-contoh hama misalnya: tikus, wereng, burung pemakan biji-bijian, penggerek batang, tungro, blas, lembing batu dan keong mas.
Selain hama, yang menjadi perhatian serius adalah gulma. Tanaman yang tumbuh di sekitar areal tanam/persawahan mengganggu karena menjadi pesaing tanaman padi dalam memanfaatkan unsur hara, air, dan ruang. Selain berebut tiga hal tersebut, gulma sendiri menjadi tempat hidup dan bernaung hama dan penyakit tanaman, serta menyumbat saluran air. Pada lahan yang terus menerus tergenang, gulma yang paling banyak dijumpai adalah gulma air (eceng, semanggi, jajagoan, jujuluk), sedangkan pada lahan yang tidak tergenang, sebagian besar adalah gulma darat (alang-alang, gerintingan, babadotan, dll.).
I.2 Tujuan
1.Menerapkan prinsip-prinsip pengendalian OPT secara PHT
2.Melakukan pengendalian OPT pada padi sawah secara PHT
3.Membandingkan hasil pengendalian PHT dengan pengendalian konvensional






II.TINJAUAN PUSTAKA
 Teknologi pengendalian hama dengan mengandalkan pestisida, ternyata tidak selamanya mampu mengatasi masalah hama tanaman. Bahkan penggunaan pestisida bisa berdampak buruk bagi manusia, jasad bukan sasaran dan lingkungan hidup. Kenyataan tersebut menggugah kesadaran akan kebutuhan pengendalian yang baru, yang dapat mengurangi dampak negatif  penggunaan pestisida. Pendekatan pengendalian baru yang dikembangkan ialah pengendalian hama terpadu (PHT).
Konsepsi PHT semula diartikan secara terbatas sebagai kombinasi pengendalian hama secara hayati dan pengendalian hama secara kimiawi menggunakan pestisida. Tetapi teknik pengendalian kemudian dikembangkan dengan memadukan semua metode pengendalian hama yang dikenal. Termasuk didalamnya pengendalian secara fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati,  pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Dengan cara ini, diharapkan ketergantungan petani terhadap pestisida dapat dikurangi.
          Banyak ahli memberikan batasan tentang PHT secara beragam, tetapi pada dasarnya mengandung prinsip yang sama.   Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan.  Bottrell (1979) menekankan bahwa PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamin hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi. Sedangkan Kenmore (1989) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan berbagai metode pengendalian hama secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman dan lingkungan.
 Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah aras kerusakan.
Sifat dasar pengendalian hama terpadu berbeda dengan pengendalian hama secara konvensional yang saat ini masih banyak dipraktekkan. Dalam PHT, tujuan utama bukanlah pemusnahan, pembasmian atau pemberantasan hama. Melainkan berupa pengendalian populasi hama agar tetap berada di bawah aras yang tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi, melainkan   pembatasan (containment). Program PHT mengakui bahwa ada suatu jenjang toleransi manusia terhadap populasi hama, atau terhadap kerusakan yang disebabkan oleh hama. Dalam keadaan tertentu, adanya invidu serangga atau binatang kemungkinan berguna bagi manusia. Pandangan yang menyatakan bahwa setiap individu yang ada di lapangan  harus diberantas,  tidak sesuai dengan prinsip PHT.
Pengendalian hama dengan PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik pengendalian yang dikenal. PHT tidak bergantung pada satu cara pengendalian tertentu, seperti memfokuskan penggunaan pestisida saja, atau penanaman varietas tahan hama saja. Melainkan semua teknik pengendalian sedapat mungkin dikombinasikan secara terpadu, dalam suatu sistem kesatuan pengelolaan. Disamping sifat dasar yang telah dikemukakan, PHT harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi. Dan penerapannya tidak  menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi mahluk berguna, hewan, dan manusia, baik sekarang  maupun pada masa yang akan datang.
Langkah-langkah Pengembangan PHT
Pengembangan sistem PHT  didasarkan  pada keadaan agroekosistem setempat. Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain. Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat petani setempat.
Para ahli dan lembaga-lembaga internasional seperti FAO menyarankan langkah pengembangan PHT agak berbeda satu sama lain. Namun  diantara saran-saran mereka banyak persamaan. Perbedaannya terutama terletak pada penekanan dan urutan-urutan langkah-langkah yang harus ditempuh.
Menurut Smith dan Apple (1978), langkah langkah pokok yang perlu dikerjakan dalam pengembangan PHT adalah sebagai berikut.

1.Mengenal Status Hama yang Dikelola
 Hama-hama yang menyerang pada suatu agroekosistem, perlu dikenal dengan baik. Sifat-sifat hama perlu diketahui, meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Pengenalan hama dapat dilakukan melalui identifikasi dan  hasil analisis status hama yang ada.
Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama  yang ada bisa dikategorikan atas hama utama, hama kadangkala (hama minor), hama potensil, hama migran dan bukan hama. Dengan mempelajari dan mengetahui status hama, dapat ditetapkan jenjang toleransi ekonomi untuk masing-masing kategori hama.

2.Mempelajari Komponen Saling Tindak dalam Ekosistem
 Komponen suatu ekosistem perlu ditelaah dan dipelajari. Terutama yang mempengaruhi dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Termasuk dalam langkah ini, ialah menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi mereka sebagai pengendali alami.
Interaksi antar berbagai komponen biotis dan abiotis, dinamika populasi hama dan musuh alami, studi fenologi tanaman dan hama, studi sebaran hama dan lain-lain, merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat.

3.Penetapan dan Pengembangan Ambang Ekonomi
 Ambang ekonomi atau ambang pengendalian sering juga diistilahkan sebagai ambang toleransi ekonomik. Ambang ini merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan penggunaan pestisida. Apabila ternyata populasi atau kerusakan hama belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida masih belum diperlukan.
Untuk menetapkan ambang ekonomi bukanlah pekerjaan yang gampang. Dibutuhkan banyak informasi, baik data biologi dan ekologi, serta ekonomi. Penetapan kerusakan hasil dalam hubungannya dengan populasi hama, merupakan bagian yang penting dalam pengembangan ambang ekonomi. Demikian juga analisis biaya dan manfaat pengendalian, sangat perlu diketah

4.Pengembangan Sistem Pengamatan dan Monitoring Hama
 Untuk mengetahui padat populasi hama pada suatu waktu dan tempat, yang berkaitan  terhadap ambang ekonomi hama tersebut, dibutuhkan program pengamatan atau monitoring hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik. Metode pengambilan sampel secara benar perlu dikembangkan.  Agar data lapangan yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik, dan cara pengumpulan data mudah dikerjakan.
Jaringan dan organisasi monitoring yang merupakan salah satu bagian organisasi PHT, perlu dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke pihak pengambil keputusan pengendalian hama dan sebaliknya.
5.Pengembangan Model Deskriptif dan Peramalan Hama
Dengan mengetahui gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem lainnya, maka perlu dikembangkan model kuantitatif yang dinamis. Model yang dikembangkan diharapkan mampu menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, akan dapat diperkirakan dinamika populasi, sekaligus mempertimbangkan bagaimana penanganan agar tidak sampai terjadi ledakan populasi yang merugikan secara ekonomi.
6.Pengembangan Srategi Pengelolaan Hama 
Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama tetap berada di bawah aras toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT antara lain : (1). memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut, (2). mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan  kultur teknik yang baik, dan  (3). penggunaan pestisida secara selektif.
Srategi pengelolaan hama berdasarkan PHT, menempatkan pestisida sebagai alternatif terakhir. Pestisida digunakan, jika teknik pengendalian yang lain dianggap tidak mampu mengendalikan  serangan hama.

7.Penyuluhan Kepada Petani Agar Menerima dan Menerapkan PHT 
Petani sebagai pelaksana utama pengendalian hama, perlu menyadari dan mengerti tentang cara pendekatan PHT, termasuk bagaimana menerapkannya di lapangan. Pemahaman lama secara konvensional tentang “pemberantasan” hama, perlu diganti dengan pengertian “pengendalian” atau “pengelolaan” hama. Petani perlu diberikan kepercayaan dan kemampuan untuk dapat mengamati sendiri dan melaporkan keadaan hama pada pertanamannya.

8.Pengembangan Organisasi PHT

Sistem PHT mengharuskan adanya suatu organisasi yang efisien dan efektif,  yang dapat bekerja secara cepat dan tepat dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada agroekosistem. Organisasi tersebut tersusun oleh komponen monitoring, pengambil keputusan, program tindakan, dan penyuluhan pada petani. Organisasi PHT merupakan suatu organisasi yang mampu menyelesaikan permasalahan hama secara mandiri, pada daerah atau unit kerja yang menjadi tanggungjawabnya.






III.METODE PELAKSANAN
3.1Alat yang digunakan antara lain ;
1.Agen hayati
2.Pupuk buatan
3. Benih padi
4.Insektisida
5.Fungisida
6.Herbisida
7.Pupuk kandang
3.2 Bahan yang dibutuhkan antara lain;
1.Cangkul
2.kored
3.Semprotan tangan bertekanan
4.Hard sprayer
5.Gelas piala,gelas ukur
6.Ajir sampel/tanaman
7.Keranjang sampah
8.meteran
9.Timbangan

Pelaksanaan Pratikum
1.Masing-masing group melakukan pengendalian OPT secara PHT dengan menerapkan prinsip PHT :1)agen hayati, 2)berbudidaya tanaman sehat 3)varietas tahan dan teknik pengendalian lain jika diperlukan.
2.Lakukan pengamatan mingguan terhadap populasi OPT melampaui ambang batas ekonomi,lakukan pengendalian dengan pestisida
3.Buat analisa biaya usaha tani
4.Pada akhir pratikum satukan data dan bandingkan hasil pengendalian secara konvensional dan secara PHT
5.Buat laporan yang diserahkan diakhir UAS

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
            Dari hasil pratikum yang telah dilakukan sebelumnya terhadap pengendalian OPT padi sawah secara PHT dan konvensional dapat kita lihat data dan perkembangan pertumbuhan tanaman padi dibawah ini.
I.Pengamatan I (5 okt 2011)
            Adapun hama tetap yang terdapat pada lahan padi sawah yaitu keong mas beserta telurnya,namun musuh alami ataupun predator tidak ada kami temukan,dimana hasil pengamatannya yaitu:
Yang diamati
PHT
konvensional
Telur keong
25 onggok
-
Keong mas
13 ekor
-




Pada lahan PHT didapatkan bahwa telur keong emas itu kami kendalikan dengan memusnahkannya dengan cara menginjaknya.Setelah itu kami juga menambahkan daun pepaya dan daun talas untuk memancing keong agar tidak memakan tanaman padi yang dibudidayakan.
            Pada lahan konvensional tidak ditemukan adanya keong mas dan telurnya,dikarenakan kami menggunakan racun keong,sehingga tidak satupun keong mas yang hidup.
2.Pengamatan ke II (14 okt 2011)
            Hama tetap pada padi sawah yaitu keong mas
Yang diamati
PHT
Konvensional
Keong mas
40 ekor
-
Telur keong
51 onggok
-
Musuh alami


Laba-laba
9 ekor
-
semut
1 ekor
-



Perkembangan pertumbuhan padi
Sampel
Tinggi (cm)
Jumlah anakan
Sampel 1
26
2
Sampel 2
27
3
Sampel 3
36
5
Sampel 4
29
1
Sampel 5
25
2
Sampel 6
24
1

            Untuk intensitas serangan penyakit dan hama tanaman belum terlihat karena intensitas serangannya tidak terlalu parah dikarenakan hama keong mas yang mana diediakan tanaman perangkap sebagai makannya diantaranya seperti daun pepaya dan daun talas sehingga dia tertarik dan mendekati daun tersebut.
3.Pengamatan ke III (24 0kt 2011)
Komponen yang diamati diantaranya yaitu :
Yang diamati
PHT
konvensional
Keong mas
71 ekor
-
Telur keong
8 onggok
-
Musuh alami


Laba-laba
10 ekor
-
Semut
2 ekor
-
caput
1 ekor
-

Pertumbuhan tanaman padi
sampel
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah anakan
Sampel 1
34
6
Sampel 2
35
4
Sampel 3
40,5
15
Sampel 4
38
4
Sampel 5
31
1
Sampel 6
31
6

            Pada tanaman sampel tidak ditemukan gejala serangan hama dan penyakit.
4.Pengamatan minggu ke IV (28 nov 2011)
Komponen yang diamati
Yang diamati
PHT
konvensional
Keong mas
15 ekor
37 ekor
Telur keong
2 onggok
-
Musuh alami


Semut
2 ekor
-
Laba-laba
7 ekor
6 ekor
Pertumbuhan tanaman padi
Sampel tanaman
PHT
Konvensional
Tinggi (cm)
anakan
Tinggi (cm)
anakan
Sampel 1
44
10
39
30
Sampel 2
50
10
40,5
23
Sampel 3
55
17
46
25
Sampel 4
48
7
43
20
Sampel 5
42
5
41
18
Sampel 6
36
5
-
-
            Pada tanaman sampel,baik pada lahan PHT maupun pada lahan konvensional tidak ditemukannya serangan hama dan penyakit yang ditemukan.
V.Pengamatan minggu ke V (3 okt 2011)
Yang diamati
PHT
Konvensional
Keong mas
107 ekor
62 ekor
Telur keong
13 ekor
11 ekor
Capung
2 ekor
-
Semut
-
3 ekor
Laba-laba
-
4 ekor
Pertumbuhan tanaman padi
Sampel pengamatan
PHT
Konvensional
Tinggi (cm)
Jml.cabang
Tinggi (cm)
Jml.cabang
Sampel 1
65
19
46
26
Sampel 2
60,7
5
51
19
Sampel 3
59
15
56
25
Sampel 4
56,2
6
48
17
Sampel 5
47
13
44
20
Sampel 6
43,5
10
-
-
            Pada tanaman sampel lahan PHT terdapat serangan penyakit Blas.Adapun tingkat serangan/intensitas serangan pada daun adalah sebanyak 4 helai daun atau sekitar ± 4 % dari rumpun tanaman tersebut.Sedangkan untuk hama keong mas dewasa tidak dilakukan lagi pengendalian karena tanaman padi yang kami budidayakan sudah tumbuh besar sehingga keong mas dewasa tidak mampu lagi memakan tanaman padi.
4.2 Pembahasan
Untuk mengetahui padat populasi hama pada suatu waktu dan tempat, yang berkaitan  terhadap ambang ekonomi hama tersebut, dibutuhkan program pengamatan atau monitoring hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik. Metode pengambilan sampel secara benar perlu dikembangkan.  Agar data lapangan yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik, dan cara pengumpulan data mudah dikerjakan.Jaringan dan organisasi monitoring yang merupakan salah satu bagian organisasi PHT, perlu dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke pihak pengambil keputusan pengendalian hama dan sebaliknya.
Hama utama atau (main pest) merupakan spesies hama yang selalu menyerang pada suatu tempat, dengaan intensitas serangan yang berat dalam daerah yang luas, sehingga memerlukan usaha pengendalian. Tanpa usaha pengendalian, kelompok hama ini akan mendatangkan kerugian ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agroekosistem, hanya ada satu atau dua hama utama, selebihnya termasuk dalam kategori hama yang lain. Dalam penerapan PHT sasaran yang dituju adalah menurunkan populasi hama utama.
Hama kadangkala atau hama minor (occasional pest) sering juga disebut hama kedua. Kelompok ini merupakan jenis hama yang relatif kurang penting, karena kerusakan yang diakibatkan masih dapat ditoleransikan oleh tanaman. Kadang-kadang populasinya pada suatu saat meningkat melebihi aras toleransi ekonomik tanaman. Peningkatan populasi ini mungkin disebabkan karena gangguan pada proses pengendali alami, keadaan iklim, atau kesalahan pengelolaan oleh manusia. Kelompok hama ini sering kali peka terhadap perlakuan pengendalian yang ditujukan pada hama utama. Oleh karena itu kelompok hama ini perlu diawasi, agar tidak menimbulkan apa yang disebut ledakan populasi hama kedua.
Hama potensil merupakan sebagian besar jenis serangga herbivora yang saling berkompetisi dalam memperoleh makanan. Kelompok hama ini, tidak mendatangkan kerugian yang berarti dan tidak membahayakan dalam kondisi pengelolaan agroekosistem yang normal. Namun karena kedudukannya dalam rantai makanan,  populasi kelompok ini berpotensi meningkat, dan  menjadi  hama yang membahayakan. Hal ini sangat mungkin terjadi, terlebih akibat perubahan cara pengelolaan agroekosistem oleh manusia.
Hama migran merupakan hama yang tidak berasal i dari agroekosistem setempat. Kelompok hama ini datang dari luar, dan sifatnya  berpindah-pindah (migran). Banyak serangga belalang, ulat grayak dan bangsa burung memiliki sifat demikian. Kelompok hama migran kalau datang pada suatu tempat, dapat menimbulkan kerusakan yang berarti. Tetapi hanya dalam jangka waktu yang pendek, karena akan pindah ke daerah lain.




V.KESIMPULAN DAN SARAN

Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama tetap berada di bawah aras toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT antara lain : (1). memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut, (2). mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan  kultur teknik yang baik, dan  (3). penggunaan pestisida secara selektif.
            Dari hasil pratikum yang telah dilakukan sebelumnya yaitu pada awal pengamatan pertumbuhan pengendalian secara PHT hanya terdapat sedikit OPT yang kami jumpai dilahan budidaya,ini disebabkan oleh belum berkembangnya siklus hidup,intensitas serangan maupun penyebarannya.Namun setelah beberapa kali pengamatan,jumlah OPT yang ditemukan terus bertambah sampai padi memasuki fase generatif tanaman.Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya hama dapat berpindah tempat dengan mudah untuk mencari makanannya sehingga se kita menemukan OPT atau musuh alaminya namun hanya sesaat saja mereka pergi sehingga kesulitan dalam melakukan pengamatan.
            Perbandingan antara pengendalian PHT dengan pengendalian secara konvensional dapat kita lihat pada akhir pengamatan dimana pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada perlakuan pengenddalian secara PHT pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan yang konvensional,namun dilihat dari jumlah anakannya perlakuan dengan pengendalian secara konvensional jumlah anakannya lebih banyak.Produksi tanaman antara kedua pengendalian  tersebut produksi yang paling tinggi terdapat pada pengendalian secara konvensional,yang jumlah anakannya lebih banyak dan menghasilkan malai dan gabah yang lebih banyak pula.
            Dan jika dilihat dariserangan OPT yang terjadi lahan OPT lebih banyak digerogoti OPT karena disini mengendalikan secara konventible dibandingkan dengan konvensional yang menggunakan pestisida.
VI.DAFTAR PUSTAKA
Oka, Ida Nyoman. 1995.
Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Smith, R.F.1978.
Distory and Complexity of Integrated Pest Management. In: Pest Control Strategis. S.H. Smith and D. Pimentel (Ed.). Acad. Press. New York.
Smith, R.F and J.L. Apple. 1978.
Principles of Integrated Pest Control. IRRI Mimeograph.
Untung, K. 1984.
Pengantar Analisis Ekonomi Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta.
Untung, K. 1993.
Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Yulensri,dkk.2011
              Buku Kerja Pratikum Mahasiswa.Politani.Payakumbuh.94 hal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar